, ,

Di Tengah Lonjakan Kasus, BPJS Kesehatan Tegaskan Layanan Kesehatan Jiwa adalah Hak Seluruh Peserta

oleh -147 Dilihat

Tenang, Kesehatan Mentalmu Dijamin BPJS Kesehatan: Akses Layak Tanpa Stigma

Majalah Bengkulu– Di tengah derasnya arus kehidupan modern, tekanan dan beban mental kerap datang tak terelakkan. Mulai dari stres pekerjaan, tantangan ekonomi, hingga dampak media sosial, kesehatan jiwa menjadi aspek krusial yang menentukan kualitas hidup seseorang. Kabar baiknya, di Indonesia, layanan untuk menjaga kesehatan mental ini bukan lagi privilege bagi segelintir orang, melainkan hak yang dijamin oleh negara melalui BPJS Kesehatan.

Dalam Media Workshop bertema “Layanan Kesehatan Jiwa Hak Seluruh Peserta” di Surakarta, Selasa (16/9), Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti, menegaskan komitmen penuh negara dalam menjamin kesehatan fisik dan mental warganya. Pesannya jelas: kesehatan jiwa adalah hak fundamental, dan akses layanannya harus setara, mudah, dan bebas dari diskriminasi.

Tren Meningkat dan Komitmen BPJS Kesehatan

Data yang diungkapkan Ghufron membuka mata betapa besarnya kebutuhan akan layanan kesehatan jiwa di Indonesia. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2020-2024), total pembiayaan untuk pelayanan kesehatan jiwa di rumah sakit mencapai Rp6,77 triliun dengan jumlah kasus yang ditangani mencakup 18,9 juta kunjungan.

“Skizofrenia menjadi diagnosis dengan beban biaya dan jumlah kasus tertinggi, yakni sebanyak 7,5 juta kasus dengan total pembiayaan Rp3,5 triliun,” terang Ghufron. Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cerminan dari puluhan juta individu dan keluarga yang sedang berjuang, dan kini mendapatkan penanganan yang didanai bersama melalui sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Di Tengah Lonjakan Kasus, BPJS Kesehatan Tegaskan Layanan Kesehatan Jiwa adalah Hak Seluruh Peserta
Di Tengah Lonjakan Kasus, BPJS Kesehatan Tegaskan Layanan Kesehatan Jiwa adalah Hak Seluruh Peserta

Baca Juga: Badan Meteorologi BMKG Keluarkan Peringatan Dini Hujan Petir untuk Medan dan Deli Serdang

Pada tahun 2024 saja, tercatat sekitar 2,97 juta rujukan kasus jiwa dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti Puskesmas dan Klinik, ke rumah sakit. Provinsi dengan beban kasus tertinggi adalah Jawa Tengah (3,5 juta kasus), diikuti Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Sumatera Utara.

Pintu Utama yang Krusial: Peran FKTP dan Deteksi Dini

Salah satu poin kunci yang ditekankan Ghufron adalah peran sentral Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). FKTP tidak hanya menjadi gerbang pertama, tetapi juga pengelola kelanjutan pengobatan, koordinator layanan, dan pemberi layanan komprehensif. Ini berarti, masyarakat tidak harus langsung berobat ke rumah sakit jiwa yang mungkin jauh. Mereka bisa memulai dari Puskesmas terdekat.

Untuk mendukung hal ini, BPJS Kesehatan meluncurkan inisiatif penting: skrining kesehatan jiwa berbasis Self Reporting Questionnaire-20 (SRQ-20) yang dapat diakses secara mudah dan gratis oleh publik melalui situs resmi BPJS Kesehatan. Alat skrining ini membantu masyarakat mengenali gejala-gejala awal gangguan kejiwaan.

“Hasilnya menjadi dasar untuk pemeriksaan lebih lanjut di FKTP apabila terdapat indikasi medis. Pendekatan ini memperkuat upaya promotif dan preventif agar masalah kesehatan jiwa dapat ditangani sejak dini,” jelas Ghufron.

Bagi peserta yang kondisi sudah stabil setelah penanganan di rumah sakit, BPJS Kesehatan juga menyediakan Program Rujuk Balik (PRB). Peserta dapat melanjutkan pengobatan dan kontrol rutin di FKTP terdekat, membuat akses layanan menjadi lebih mudah, dekat, dan efisien.

Suara Ahli: Darurat Kesehatan Mental dan Bahaya Stigma

Psikolog Klinis, Tara de Thouars, yang hadir dalam workshop tersebut, menyambut baik langkah BPJS Kesehatan. Ia menyoroti data mengkhawatirkan dari Kementerian Kesehatan yang menunjukkan bahwa 1 dari 10 orang Indonesia mengalami masalah mental. Survei lainnya mengungkap 72,4% karyawan mengaku mengalami masalah mental.

“Angka percobaan bunuh diri bahkan mencapai 10 kali lipat dibandingkan kasus bunuh diri yang tercatat setiap bulan. Bahkan, survei Indonesia National Mental Health 2024 menunjukkan 39,4% remaja mengalami masalah mental dan angkanya meningkat 20-30% setiap tahun,” papar Tara dengan nada prihatin.

Tara menjelaskan, pemicunya beragam: tingkat stres tinggi, persaingan kerja, masalah ekonomi, fenomena fear of missing out (FOMO), beban sandwich generation, hingga tekanan dari media sosial. Sayangnya, semua tekanan ini seringkali dipendam karena stigma negatif yang masih melekat kuat.

“Orang dengan gangguan jiwa sering dicap sebagai lemah, kurang bersyukur, atau bahkan dianggap aib. Stigma ini membuat banyak individu memilih menyembunyikan masalahnya dan enggan mencari pertolongan,” tambahnya.

Tara mengimbau tiga hal penting:

  1. Hentikan pemberian label negatif pada pengidap masalah mental.

  2. Jangan menormalisasi gangguan mental sebagai hal yang “biasa” atau bahkan “keren”, karena justru membuat masalah tidak tertangani.

  3. Normalisasi mencari bantuan profesional seperti psikolog dan psikiater.

“Sebelum kita mengharapkan keadaan menjadi lebih baik untuk diri sendiri dan orang sekitar, mulailah dengan menjaga kesehatan mental, karena tanpa kesehatan mental, apapun tidak akan ada artinya,” pesannya.

Kesiapan Fasilitas Kesehatan dan Harapan ke Depan

Dukungan nyata juga datang dari fasilitas kesehatan. Plt. Direktur RSJD Dr. Arif Zainudin Surakarta, Wahyu Nur Ambarwati, menyatakan kesiapannya melayani peserta JKN dengan prinsip humanistik. RSJD memiliki 213 tempat tidur, termasuk 177 untuk psikiatri, dan instalasi rehabilitasi psikososial.

“Lebih dari 90% pasien rawat inap di sini adalah peserta JKN. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pasien sangat bergantung pada Program JKN untuk mengakses layanan kesehatan,” jelas Wahyu.

Timboel Siregar, Koordinator Advokasi BPJS Watch, menekankan bahwa sosialisasi skrining SRQ-20 harus semakin digencarkan. Pencegahan gangguan kesehatan jiwa, menurutnya, adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, BPJS Kesehatan, fasilitas kesehatan, komunitas, dan masyarakat.

“Layanan kesehatan jiwa dalam Program JKN harus inklusif, berkesinambungan, dan tidak diskriminatif. Masyarakat juga harus memastikan keaktifannya sebagai peserta JKN,” tegas Timboel. Ia berharap layanan kesehatan jiwa dapat diperluas, terutama ke daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), karena semakin dekat layanannya, semakin cepat penanganannya.

Jika Anda atau orang terdekat merasakan gejolak dalam kesehatan mental, jangan ragu untuk mencari pertolongan. Langkah pertama bisa dimulai dari:

  1. Skrining Mandiri di website BPJS Kesehatan dengan alat SRQ-20.

  2. Kunjungi FKTP (Puskesmas/Klinik terdekat tempat Anda terdaftar) dengan membawa hasil skrining untuk konsultasi awal.

  3. Gunakan hak Anda sebagai peserta JKN untuk mendapatkan rujukan dan layanan lanjutan jika diperlukan.

BPJS Kesehatan hadir sebagai perwujudan tanggung jawab negara untuk memastikan bahwa setiap warga negara, baik jiwa maupun raganya, mendapatkan perlindungan kesehatan yang layak. Mari bersama-sama menjungkirbalikkan stigma, mendukung satu sama lain, dan menyadari bahwa peduli pada kesehatan mental adalah tanda kekuatan, bukan kelemahan.

Shoppe Mall

No More Posts Available.

No more pages to load.