, ,

Polda Bengkulu Ungkap Modus Kredit Fiktif Rp 3,5 Miliar yang Melibatkan Pimpinan Bank

oleh -139 Dilihat

Pimpinan Bank di Bengkulu dan Dua Stafnya Diciduk Kasus Kredit Fiktif Rp 3,5 Miliar

Majalah Bengkulu– Polda Bengkulu mengungkap praktik penyelewengan di Bank Bengkulu Cabang Topos, Lebong. Tiga oknum pegawai ditahan setelah menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 3,5 miliar melalui berbagai modus kredit fiktif.

Kasus yang terbongkar pada September 2025 ini kembali mempertontonkan kerentanan sistem perbankan terhadap penyalahgunaan wewenang oleh oknum di dalamnya. Penyidik menjerat ketiga tersangka dengan pasal korupsi yang diancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Profil Tersangka dan Tempat Penahanan

Ketiga oknum yang ditetapkan sebagai tersangka merupakan karyawan Bank Bengkulu Kantor Cabang Pembantu (KCP) Topos, Kabupaten Lebong.

Tabel: Identitas dan Peran Tersangka

Nama Inisial Posisi/Jabatan
FP Pimpinan Cabang Pembantu KCP Bank Bengkulu Topos, Lebong
DS Account Officer Kredit Komersil
RW Teller

Ketiga tersangka ditahan di lokasi berbeda. Dua orang ditahan di ruang tahanan Mapolda Bengkulu, sementara satu lainnya menjalani penahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II Bengkulu.

Eks Dirut-Kadiv Bank di Bengkulu Jadi Tersangka Dugaan Kredit Fiktif Rp 119 M

Baca Juga: Di Tengah Peningkatan Volume Sampah, Kota Padang Galakkan Budidaya Maggot sebagai Solusi

Tiga Modus Financial Fraud yang Diterapkan

Berdasarkan penjelasan Kasubdit Tipidkor Polda Bengkulu, Kompol Muhammad Syahir Fuad Rangkuti, ketiga tersangka melakukan tindak pidana dengan tiga modus operandi yang sistematis:

  1. Top Up Ilegal: Modus pertama dilakukan dengan mencuri dan menggunakan data nasabah yang sudah ada untuk ditingkatkan plafon kredit atau pinjamannya tanpa sepengetahuan nasabah yang bersangkutan.

  2. Kredit Bagi Dua atau Bagi Hasil: Dalam skema ini, nasabah diminta untuk meningkatkan plafon pinjamannya. Saat pencairan dana, uang tersebut dipotong atau dibagi dengan oknum pegawai bank.

  3. Kredit Fiktif Murni: Kartu identitas nasabah digunakan dan diproses menjadi pengajuan kredit baru secara sepihak tanpa sepengetahuan pemilik identitas. Seluruh uang hasil pencairan kredit fiktif ini kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi oknum.

“Seharusnya dalam pemberian kredit harus diproses sesuai dengan ketentuan dan harus dibahas dalam rapat tim komite, dengan memenuhi dokumen persyaratan efektif yang harus sebelum dilakukannya proses pencairan dana,” tegas Syahir Fuad, menggarisbawahi prosedur yang dilanggar.

Kerugian Negara dan Pasal yang Dijerat

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Bengkulu telah mengaudit dan menetapkan besaran kerugian negara akibat tindakan ini mencapai Rp 3,5 miliar.

Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat dengan:

  • Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

  • Pasal-pasal tersebut dikenakan secara berbarengan (jo) dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Mengenal Pasal-Pasal yang Dijerat

Pasal 2 UU Tipikor mengancam setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain sehingga merugikan keuangan negara dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, plus denda. Pasal 3 UU Tipikor khusus menjerat mereka yang menyalahgunakan kewenangan karena jabatannya untuk melakukan hal serupa, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau 1 hingga 20 tahun penjara.

Sementara itu, Pasal 55 KUHP mengatur tentang pidana untuk penyertaan dalam tindak pidana. Pasal ini menyatakan bahwa yang dapat dipidana sebagai pelaku tidak hanya orang yang langsung melakukan, tetapi juga mereka yang menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan tersebut. Penerapan pasal ini menunjukkan bahwa penyidik melihat adanya kerja sama dan peran aktif dari ketiga tersangka dalam menjalankan aksinya.

Konteks Hukum yang Dinamis

Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor sering menjadi pasal primadona dalam penuntutan kasus korupsi, namun juga kerap memantulkan diskusi dan perdebatan di kalangan praktisi hukum. Beberapa pihak mengkritik rumusan pasal yang dianggap terlalu luas dan multi tafsir, sementara yang lain bersikukuh bahwa pasal-pasal ini justru sangat efektif dan relevan untuk menangani modus korupsi yang semakin kompleks.

Menariknya, pada Juli 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) bahkan mendapat permohonan uji materiil untuk menghapus kedua pasal ini dari tiga terpidana korupsi, termasuk mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam. Permohonan itu ditentang oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) dengan argumen bahwa menghapus kedua pasal tersebut akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi dan mengabaikan dampak luas kejahatan korupsi.

Kasus di Bank Bengkulu ini bukanlah insiden tunggal. Hampir bersamaan, terungkap juga kasus serupa yang dilakukan oleh pegawai BRI Unit Ambon Kota, Fitria Juniarti, yang diduga menimbulkan kerugian negara hampir Rp 2 miliar melalui modus kredit fiktif. Fenomena ini mengingatkan betapa pentingnya penguatan pengendalian internal dan supervisi di lembaga perbankan.

Penerapan teknologi yang lebih canggih untuk memantau transaksi mencurigakan, audit internal yang rutin dan independen, serta pembinaan integritas karyawan menjadi pilar krusial untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan. Kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan sebagai penjaga uang rakyat harus dijaga dengan tindakan nyata dan transparansi.

Shoppe Mall

No More Posts Available.

No more pages to load.